Menggali Misteri Gono Manggala Sangid (1171 Saka)

Arca Siluman Macan

Di suatu musim panas awal abad ke-20, sekitar tiga puluh lima kilometer dari lokasi penerbangan perdana balon udara Zeppelin, sekelompok kolektor dan penjelajah yang tergabung dalam Royal Society of Colonial Antiquaries membuka wasiat Francis Douce dalam suatu selebrasi tertutup. Francis Douce, seorang anggota kehormatan yang meninggal pada 1834 telah menghibahkan sebuah “kapsul waktu” berupa dokumen ekspedisi Henry Irving tentang situs Gono Manggala-Sangid kepada Royal Society of Colonial Antiquaries.

Wasiat hibah ini disegel dengan satu persyaratan khusus: hanya boleh dibuka pada tahun 1900. Dokumen berharga dari Douce yang akhirnya terkuak tepat 66 tahun setelah kematiannya itu telah membuka kemungkinan-kemungkinan penjelajahan baru dalam menelusuri jejak-jejak kabur tentang misteri Arca Siluman Macan dan situs Gono Manggala-Sangid.

Arca Siluman Macan merupakan satu dari sekian banyak benda purbakala yang diangkut Irving dari Situs Gono Manggala-Sangid. Di dalam manuskrip Irving ditulis bahwa Gono Manggala-Sangid merupakan kompleks reruntuhan keramat. Situs ini diyakini berlokasi di Hindia Belanda, dan kini telah lenyap akibat tertimbun letusan dahsyat Tambora (1815).

Di suatu musim panas awal abad ke-20, sekitar tiga puluh lima kilometer dari lokasi penerbangan perdana balon udara Zeppelin, sekelompok kolektor dan penjelajah yang tergabung dalam Royal Society of Colonial Antiquaries membuka wasiat Francis Douce dalam suatu selebrasi tertutup. Francis Douce, seorang anggota kehormatan yang meninggal pada 1834 telah menghibahkan sebuah “kapsul waktu” berupa dokumen ekspedisi Henry Irving tentang situs Gono Manggala-Sangid kepada Royal Society of Colonial Antiquaries.

Wasiat hibah ini disegel dengan satu persyaratan khusus: hanya boleh dibuka pada tahun 1900. Dokumen berharga dari Douce yang akhirnya terkuak tepat 66 tahun setelah kematiannya itu telah membuka kemungkinan-kemungkinan penjelajahan baru dalam menelusuri jejak-jejak kabur tentang misteri Arca Siluman Macan dan situs Gono Manggala-Sangid.

Arca Siluman Macan merupakan satu dari sekian banyak benda purbakala yang diangkut Irving dari Situs Gono Manggala-Sangid. Di dalam manuskrip Irving ditulis bahwa Gono Manggala-Sangid merupakan kompleks reruntuhan keramat. Situs ini diyakini berlokasi di Hindia Belanda, dan kini telah lenyap akibat tertimbun letusan dahsyat Tambora (1815).

Arca Siluman Macan yang diangkut Henry Irving dari Situs Gono Manggala-Sangid merupakan sebuah artefak keramat yang terbuat dari batu. Arca ini berbentuk sesosok manusia berekor dengan kepala harimau—atau seekor harimau bertubuh manusia. Bentuk mahluk spiritual semacam ini tidak pernah ditemukan dalam arca maupun relief-relief yang terdapat pada  candi-candi yang tersebar di Pulau Jawa. Anatomi yang begitu detail mencerminkan tingkat penguasaan teknik dan material yang mutakhir. Arca ini kemungkinan besar tidak mungkin dibuat oleh sembarang orang.

Penemuan awal patung siluman macan di Pedalaman Karasdendam Tanah Runcuk
Oude Stad Roentjoek (Antique Postcard)
Portrait of Siloeman Matjan Roentjoek

Bentuk arca tersebut identik dengan citraan siluman macan dalam prosesi ritual Rampog Siluman di Tanah Runcuk. Dalam konteks Rampog Siluman, Siluman Macan diposisikan sebagai iblis yang harus dihunus tombak beramai-ramai. Siluman Macan adalah tumbal bagi keselamatan seluruh warga kerajaan. Manakala siluman macan berhasil lolos, masyarakat percaya bahwa malapetaka akan menghinggapi seluruh warga desa dan kerajaan. Sebaliknya, Arca Siluman Macan yang terdapat dalam Situs Gono Manggala-Sangid justru menempatkan sosok mitologis ini sebagai roh pelindung yang menjaga keharmonisan semesta.

Rampokan siluman macan in Tanah Runcuk

 

Dalam sejumlah arsip foto koleksi Museum of The Tropica Orientalia, Arca Siluman Macan sempat beberapa kali terekam kamera para penjelajah. Arca ini kerap dijumpai di pelosok hutan-hutan rimba dan tepi sungai. Namun sayangnya, tak satupun Arca Siluman Macan tersebut kini bisa dilacak keberadaannya. Tingkat pengerjaan batu yang detail dan berbeda dengan benda purbakala lain di masa itu telah menjadikannya target incaran para kolektor yang bernilai luar biasa tinggi.

Secara mengejutkan pada tahun 2017, Museum of The Tropica Orientalia (MoTTO) mengklaim memiliki Arca Siluman Macan teronggok dalam gudang penyimpanan pengap mereka. Arca tersebut merupakan sumbangan seorang filantropi eksentrik yang tergesa-gesa pergi ke Amerika Latin, tak berselang lama setelah Jerman kalah dalam Perang Dunia II. Filantropi sekaligus kolektor jimat dan benda keramat eksotis tersebut diduga memiliki afiliasi dengan Nazi, dan hal inilah yang agaknya membuat MoTTO tak pernah mencantumkan Arca Siluman Macan dalam katalog resmi mereka.

Di luar antisipasi, pemotongan luar biasa anggaran kebudayaan telah memaksa museum kolonial tua ini mengadakan lelang terbuka atas artefak koleksi mereka di awal 2018. Setelah melalui serangkaian tarik-ulur diplomasi dan korespondensi, akhirnya pada tahun 2020 MoTTO bersedia menitipkan perawatan artefak misterius dan keramat ini ke Centre for Tanah Runcuk Studies. Melalui Unit Diplomasi dan Peninjauan Benda Keramat dan Kepurbakalaan, Museum of The Tropica Orientalia mencatatkan artefak ini sebagai hibah dengan Surat Keputusan No. 138/TR/51b tahun 2020 Tentang Benda Eksotis.

THE FATHER OF MY FATHER'S FATHER
Play Video
The Father of My Father's Father
03:24
THE ANGRY TIGER AND THE POSSESSED CROWD
Play Video
The Angry Tiger and The Possessed Crowd
02:50
DEATH TO THE TYGER
Play Video
Death to The Tyger!
10:37

Nasib Arca Keramat Yang Penuh Lika-Liku dan Nyaris Buntu

Temuan arca dengan ornamen-ornamen figur yang sulit dilacak kesamaannya dengan dewa-dewi yang hadir dalam sejumlah candi temuan Raffles di Jawa Tengah-Jawa Timur itu ditulis (dalam surat laporan Irving) berada di sebuah dataran tinggi yang disebutnya “Gono Mangala-sangid”.

Museum of The Tropica Orientalia
Centre of Tanah Runcuk Studies
Researchers
Mochtar Kadang
Mochtar Kadang
Saniscawara
Saniscawara
D. Kusbirin
D. Kusbirin
Beatrice L. Jingga
Beatrice L. Jingga
Sapar Dharmapala
Sapar Dharmapala
M. Lukman Sudjatmika
M. Lukman Sudjatmika
Nurlela Fusun
Nurlela Füsun
Miyoko Kato
Miyoko Kato
Usung Iraang
Usung Iraang
Tangkar Salahudin
Tangkar Salahudin

Arca Siluman Macan

Mengapa ada arca siluman macan di Museum Sonobudoyo? Mengapa arca ditempatkan dalam suatu pameran di Festival Kebudayaan Yogyakarta? Mengingat, arca ialah patung yang dibuat untuk tujuan utama sebagai sarana dalam memuja tuhan atau dewi-dewa. Jika patung biasanya ditempatkan sebagai penanda atau ikon suatu wilayah, arca biasanya difungsikan dalam praktik ritual kepercayaan atau keagamaan.

Ritual macam apa yang sesungguhnya sedang kita kampanyekan, sehingga arca siluman macan ini kita hadirkan di tengah-tengah kita? Adakah kaitan arca ini dengan pandemi?

Dalam sebuah penyelenggaraan pameran, di dalamnya tentu terdapat maksud dan tujuan. Tidak ada pameran yang tidak mengedepankan pertemuan. Pertemuan antara manusia dan karya, pertemuan antar manusia, pertemuan karya dengan karya, hingga pertemuan antara manusia dengan dirinya.

Arca Siluman Macan ini, merupakan karya dari salah seorang seniman dalam pameran FKY, dengan tajuk “Akar Hening di Tengah Bising”. Kehadiran Arca Siluman Macan di area pameran FKY tidak dapat dilepaskan dari https://siluman.tanahruncuk.org/. Keduanya merupakan satu rangkaian karya yang saling melengkapi.

Jika pertanyaan lanjutannya adalah apakah Arca Siluman Macan ini fakta atau fiksi? Maka jawabannya kita kembalikan ke diri kita sendiri dan kita pantulkan ke berbagai narasi sejarah yang selama ini kita jumpai. Benarkah narasi-narasi itu adalah fakta atau dongeng semata? Pertemuan antara manusia dan sejarah itulah yang kita harapkan akan muncul di tengah-tengahnya. Di ruang temu itu, kita bisa memperluas dan memperdalam pertanyaan-pertanyaan kita kemudian.

Lantas, adakah kaitan karya ini dengan pandemi? Tanpa usaha untuk mengaitsambungkan, keseharian kita sudah banyak berubah karena pandemi. Daya adaptasi dan refleksi kita sudah otomatis ditingkatkan oleh kondisi sehari-hari.

Seperti puisi yang dibacakan oleh Landung Simatupang setelah berhadapan dengan karya ini;
“Dunia seperti sedang disetting ulang. Aneka perubahan menjadi kebutuhan mendesak. Diingatkan lagi manusia bukan satu-satunya penentu kehidupan di muka bumi. Relasi antara manusia, hewan dan tumbuhan perlu diperhatikan lagi, juga relasi-relasi kuasa di hadapan berbagai ketakpastian akan masa depan.”